brentjonesonline.com, Film Deepwater Horizon6 Tragedi Epik yang Menguras Emosi Setelah penantian cukup lama, Deepwater Horizon6 muncul bak gelombang pasang yang menghantam langsung ke dada. Sekuel ini memang tetap berporos pada dunia pengeboran laut dalam, tapi ceritanya nggak berputar di situ-situ aja. Justru, film ini seperti merobek sisi manusia yang kadang terlupakan saat bencana terjadi: rasa takut, rasa bersalah, dan keputusan gila dalam detik yang genting.
Penonton nggak cuma di ajak menonton kejadian tragis, tapi di seret masuk ke dalamnya. Beberapa adegan memang di kemas dengan ledakan dan kepanikan, namun justru momen-momen di am dan pandangan kosong para tokohnya yang justru terasa lebih meledak di dada.
Tokoh Lama, Luka Lama, Tapi Cerita Baru
Mark Wahlberg kembali hadir sebagai Mike Williams, dengan luka emosional yang belum sembuh sejak tragedi pertama. Tapi jangan berharap karakter ini bakal tampil heroik sepanjang film. Di sekuel ini, Mike justru terlihat lebih rapuh, lebih manusiawi, bahkan beberapa kali terlihat pasrah.
Namun, justru dari rapuhnya itulah film ini menemukan napas baru. Penonton Film Deepwater Horizon6 bisa ngerasa bahwa kadang, pahlawan nggak selalu pakai jubah atau berdiri paling depan. Kadang, pahlawan cuma orang biasa yang tetap berdiri meski semuanya runtuh.
Tokoh-tokoh baru juga masuk tanpa basa-basi. Salah satunya, karakter Lara seorang teknisi muda yang jadi salah satu pusat konflik batin. Keberadaan Lara bukan cuma tambahan, tapi jadi jembatan antara generasi baru dan trauma masa lalu.
Ledakan Fisik Vs Ledakan Perasaan Film Deepwater Horizon6
Bicara soal sekuel bencana, banyak yang berekspektasi penuh adegan hancur-hancuran. Dan benar, Deepwater Horizon6 tetap ngasih itu. Tapi bedanya, film ini lebih jago dalam meledakkan emosi ketimbang sekadar reruntuhan rig pengeboran.
Kamera lebih sering fokus ke ekspresi wajah daripada kobaran api. Sutradara tampaknya sengaja mau bikin penonton Film Deepwater Horizon6 ngerasa sesak, bukan karena asap, tapi karena keputusan-keputusan sulit yang harus di ambil dalam waktu yang nyaris nggak ada.
Contohnya, adegan saat tokoh utama harus memutuskan menyelamatkan satu tim atau menunggu bantuan dengan risiko seluruh kru hilang. Di titik ini, di alog jadi peluru, dan di am jadi bom waktu. Bahkan, musik latar yang minim justru makin menguatkan intensitas.
Tidak Heroik, Tapi Menghantam Realitas
Kalau lo cari film bencana yang penuh adegan slow-motion dengan pidato patriotik, Film Deepwater Horizon6 ini bukan tempatnya. Deepwater Horizon6 lebih memilih berjalan di jalur gelap: memperlihatkan betapa rusaknya sistem, betapa di nginnya birokrasi, dan betapa mengerikannya rasa bersalah yang tidak pernah usai.
Beberapa bagian film justru menyorot ruang rapat, bukan ruang mesin. Para petinggi perusahaan di tampilkan bukan sebagai penjahat, tapi sebagai orang-orang dengan ego, takut rugi, dan kadang, terlalu percaya sistem yang mereka sendiri nggak pahami. Sebuah keputusan yang sangat relevan, mengingat dunia nyata juga sering begitu.
Bahkan, beberapa pernyataan dalam film sengaja di buat ambigu. Misalnya, salah satu tokoh berkata, “Kita semua tahu ini bakal terjadi. Tapi kita cuma nggak tahu kapan.” Kalimat itu sederhana, tapi langsung nyenggol nurani.
Akting Film Deepwater Horizon6 yang Bukan Gaya, Tapi Luka
Salah satu kekuatan utama film ini ada di permainan emosi para pemainnya. Film Deepwater Horizon6 Wahlberg tampil lebih tenang, tapi dalam tatapannya ada semacam kekosongan yang nyiksa. Sementara itu, tokoh Lara berhasil jadi kejutan: ekspresi ketakutannya terasa tulus, dan gestur tubuhnya selama kebingungan berhasil ngasih kedalaman emosional yang nggak di buat-buat.
Meskipun ada beberapa kalimat yang di sampaikan tokoh secara datar, justru itu bikin momen terasa lebih nyata. Misalnya, saat salah satu kru bilang, “Kalau ini terakhir, gue harap anak gue tahu gue nggak kabur.” Kalimat itu nggak di ucapkan sambil teriak—justru di lontarkan dengan pelan dan pasrah, dan justru di situlah letak ledakannya.
Kesimpulan
Deepwater Horizon6 bukan film buat lo yang pengin kabur dari kenyataan. Justru, ini film yang bikin lo duduk dan mikir: seberapa banyak keputusan yang kelihatan kecil ternyata berujung besar? Seberapa banyak orang yang harus jadi korban karena satu titik keegoisan?
Tanpa harus jadi ceramah, film ini nyentuh sisi manusia yang sering di abaikan. Diajak nonton bukan sebagai penonton biasa, tapi sebagai manusia yang punya rasa takut, punya pilihan, dan kadang harus tetap jalan meski arah udah kabur. Kalau film lain ngasih efek “wow”, Deepwater Horizon6 ngasih efek “di am”. Dan kadang, di am itu lebih menghantam dari teriakan mana pun.